NEW YORK (Arrahmah.id )— Presiden Suriah, Ahmad Asy-Syaraa, memperingatkan adanya risiko munculnya kembali gejolak di kawasan jika kesepakatan keamanan antara Suriah dan “Israel” terus ditunda. Hal itu ia sampaikan dalam forum dialog yang digelar di New York pada Selasa (23/9).
“Asy-Syaraa menegaskan, bukan Suriah yang menimbulkan masalah bagi ‘Israel’, melainkan justru agresi militer dan pelanggaran berulang atas wilayah kedaulatan Suriah yang terus dilakukan,” tulis laporan tersebut.
Ia menolak keras segala wacana terkait pembagian wilayah Suriah, sembari menegaskan bahwa hal itu akan merusak stabilitas kawasan. “Yordania sedang ditekan. Jika ada upaya membagi Suriah, maka Irak dan Turki juga akan terdampak. Itu hanya akan membawa kita kembali ke titik nol, sementara Suriah baru saja keluar dari perang panjang 15 tahun,” ujarnya.
Asy-Syaraa juga menegaskan bahwa Suriah tidak akan bergabung dengan apa yang disebut perjanjian damai dengan “Israel” dalam waktu dekat.
Kesepakatan Reduksi Eskalasi
Sementara itu, utusan khusus Amerika Serikat untuk Suriah, Tom Buraak, menyatakan bahwa Damaskus dan Tel Aviv sudah berada di tahap akhir menuju kesepakatan reduksi eskalasi.
Menurut Buraak, perjanjian ini akan mengatur penghentian serangan udara “Israel” ke Suriah, dengan imbalan kesediaan Damaskus untuk tidak mengerahkan kendaraan militer berat di dekat garis perbatasan dengan “Israel”.
Ia menambahkan, Presiden AS Donald Trump sejak lama mendorong agar kesepakatan diumumkan dalam pekan ini. Namun, hingga kini kemajuan masih terbatas, sementara perayaan tahun baru Yahudi turut memperlambat proses negosiasi.
Tuntutan Suriah: Penarikan Pasukan “Israel”
Seorang pejabat senior Suriah sebelumnya menegaskan kepada Al Jazeera, bahwa “tidak mungkin ada kesepakatan keamanan tanpa penarikan pasukan ‘Israel’ dari wilayah Suriah yang mereka duduki sejak jatuhnya rezim Bashar al-Assad pada 8 Desember 2024.”
Pejabat itu menekankan bahwa setiap perjanjian harus berlandaskan pada kesepakatan pemisahan pasukan tahun 1974, serta menjamin kedaulatan penuh Suriah dan menghentikan agresi militer “Israel” yang terus berulang.
Agresi “Israel” Pasca Jatuhnya Assad
Sejak kejatuhan rezim Bashar al-Assad pada Desember 2024, tentara “Israel” meningkatkan pendudukan mereka di zona demiliterisasi Golan. Mereka juga melancarkan ratusan serangan udara ke berbagai wilayah Suriah, termasuk di Quneitra, Daraa, dan Rif Dimasyq.
Damaskus mengecam agresi tersebut sebagai pelanggaran hukum internasional serta bentuk nyata pengabaian terhadap kesepakatan 1974. Menurut Suriah, tindakan “Israel” justru merusak segala upaya menuju stabilitas kawasan.
(Samirmusa/arrahmah.id)