DAMASKUS (Arrahmah.id) — Presiden Suriah, Ahmad asy Syaraa, memuji pemilihan parlemen hari Ahad (5/10/2025) sebagai “momen bersejarah” bagi negara tersebut karena para pemilih memberikan suara untuk memilih majelis pertama sejak penggulingan Bashar al Assad.
Syaraa, yang berkuasa setelah pasukannya menggulingkan rezim Assad pada bulan Desember, berbicara di Pusat Perpustakaan Nasional di Damaskus, tempat puluhan pemilih berbaris untuk memberikan suara mereka.
“Rakyat Suriah bangga hari ini dapat beralih dari perang dan kekacauan ke pemilu,” kata Asy Syaraa, dikutip dari The New Arab (5/10).
Enam ribu pemilih memberikan suara mereka pada hari Ahad, dengan tempat pemungutan suara dibuka antara pukul 09.00 (06.00 GMT) dan 17.00 (14.00) GMT. Hasilnya diperkirakan akan diumumkan nanti malam.
Pemungutan suara untuk Majelis Rakyat yang beranggotakan 210 orang ditangani oleh dewan elektoral lokal, alih-alih publik, di bawah sistem baru yang diperkenalkan oleh pemerintah baru yang telah dikritik karena dianggap tidak representatif dan memusatkan kekuasaan di tangan presiden.
Dalam sistem ini, Asy Syaraa akan memilih sendiri sepertiga anggota majelis, sementara komite-komite akan memutuskan 140 perwakilan lainnya. Para kandidat disetujui oleh komite nasional yang ditunjuk oleh presiden.
Parlemen akan memiliki masa jabatan 30 bulan yang dapat diperpanjang selama masa transisi.
Lebih dari 1.500 orang – hanya 14 persen di antaranya perempuan – mencalonkan diri sebagai kandidat dalam pemilihan tersebut.
Para pejabat membela penggunaan komite untuk memilih parlemen baru, dengan mengatakan bahwa tidak mungkin untuk mengadakan pemungutan suara rakyat karena situasi keamanan yang rapuh, banyaknya pengungsi, dan kesulitan administratif yang dihadapi oleh pemerintahan yang masih muda.
Pemungutan suara tidak dilaksanakan di provinsi Suweida yang mayoritas penduduknya Druze dan di kegubernuran Raqqa dan Hasakah yang dikuasai Kurdi di tengah pertikaian yang terus berlanjut dengan pemerintah.
Daerah-daerah otonom tersebut menolak untuk berintegrasi kembali dengan lembaga-lembaga nasional di tengah kekhawatiran tentang bagaimana pemerintahan yang dipimpin kaum Islamis di Damaskus akan memperlakukan kaum minoritas.
Sikap di antara kaum Druze dan Kurdi telah mengeras dalam beberapa bulan terakhir menyusul kekerasan sektarian yang dilakukan oleh kaum Sunni pro-pemerintah di wilayah pesisir Suriah dan Suweida.
Penundaan pemungutan suara di daerah-daerah tersebut akan mengakibatkan 19 kursi kosong di majelis.
Pada bulan Maret, Asy Syaraa mengesahkan undang-undang dasar sementara yang menetapkan masa transisi lima tahun yang akan mengarah pada pemilihan presiden baru.
Konstitusi tersebut memberikan presiden kekuasaan yang luas untuk mengesahkan undang-undang, menunjuk anggota parlemen untuk majelis, dan membuat penunjukan hakim. (hanoum/arrahmah.id)