GAZA (Arrahmah.id) – Setelah 72 jam sejak ‘Israel’ meluncurkan apa yang disebutnya “operasi darat” di Jalur Gaza, pasukan penjajah masih gagal meraih pencapaian nyata, meski telah mengerahkan dua divisi lapis baja penuh.
Kondisi ini menunjukkan betapa lambannya pergerakan mereka, sehingga operasi ini lebih menyerupai pengintaian bersenjata atau sekadar uji coba untuk mengukur kesiapan perlawanan Palestina, ketimbang pertempuran darat konvensional.
Menurut analis militer dan strategis, Kolonel Purnawirawan Nidal Abu Zaid, situasi ini membuktikan bahwa setelah lebih dari 711 hari perang, tentara ‘Israel’ masih gagal memiliki penilaian intelijen akurat terkait kekuatan nyata perlawanan.
Karena itu, ‘Israel’ melakukan penyusupan terbatas di area tertentu untuk menguji respons perlawanan. Meski menggunakan kekuatan tembakan masif, cakupan serangan mereka tidak lebih dari 54 km persegi di Kota Gaza.
Taktik ini, kata Abu Zaid, mencerminkan kebingungan intelijen pasukan penjajah.
Strategi Perlawanan
Sementara itu, perlawanan Palestina tetap berpegang pada strateginya: memaksa ‘Israel’ bertempur di pinggiran, jauh dari pusat kota.
Sayap militer Hamas, Brigade al-Qassam, pada Jumat (19/9/2025) merilis rekaman saat mereka menghantam kendaraan ‘Israel’ dengan ladang ranjau di timur persimpangan al-Saftawi, dekat kamp Jabalia, dalam operasi bertajuk “Asa Musa” (Tongkat Musa).
Operasi itu diluncurkan sebagai respons atas serangan ‘Israel’ bernama “Arabat Gid’on 2”, yang ditujukan untuk menduduki Kota Gaza.
Menurut Abu Zaid, serangkaian operasi perlawanan di Jabalia, al-Mughraqa, wilayah tengah, dan juga di Rafah, menegaskan kemampuan kelompok perlawanan untuk memaksa ‘Israel’ menyebar pasukannya ke banyak titik sekaligus.
Situasi militer ‘Israel’ kini menunjukkan gejala kemunduran serius. Pasukan darat terpaksa melibatkan taruna dari sekolah pelatihan perwira karena kekurangan personel, alih-alih hanya mengandalkan tentara reguler atau pasukan cadangan.
Kondisi ini menandakan semakin beratnya tekanan terhadap sumber daya manusia militer ‘Israel’ .
Di sisi lain, ‘Israel’ juga meningkatkan tekanan terhadap warga sipil. Mereka membatasi jalur pengungsian hanya lewat Jalan ar-Rashid sebagai satu-satunya koridor ke selatan.
Namun, jalan tersebut lebarnya hanya 5–10 meter di beberapa titik, sehingga menimbulkan kesulitan besar dan biaya sosial tinggi bagi warga yang terpaksa mengungsi.
Sejak 11 Agustus lalu, ‘Israel’ terus menggempur kawasan Shuja’iyya, Zeitoun, Sabra, hingga Jabalia dengan serangan udara dan penghancuran sistematis bangunan, dalam kerangka operasi “Arabat Gid’on 2”. Tujuan utamanya: menduduki Kota Gaza dan memaksa warganya hengkang ke selatan. (zarahamala/arrahmah.id)