GAZA (Arrahmah.id) – Pada Jumat (3/9/2025) menjadi hari protes yang melumpuhkan Italia dari utara hingga selatan. Menyusul blokade ilegal ‘Israel’ terhadap misi Global Sumud Flotilla, serikat buruh USB, CGIL, CUB, dan SGB menyerukan mogok umum yang menghentikan transportasi, sekolah, layanan kesehatan, serta banyak sektor publik dan swasta.
Menurut CGIL, lebih dari dua juta orang turun ke jalan dalam berbagai demonstrasi di seluruh Italia. Pawai berlangsung dari utara ke selatan negeri itu: di Roma, sekitar 300 ribu orang membanjiri jalan raya Tangenziale hingga A24; di Milan, ada 100 ribu demonstran; sementara di Genoa, 50 ribu orang menduduki rel kereta sambil menyanyikan lagu perlawanan Bella Ciao. Di Bari, sekitar 20 ribu orang menggelar aksi duduk mendadak di stasiun, meneriakkan, “Mari kita ubah sejarah.”
Secara keseluruhan, tercatat lebih dari seratus aksi pawai dan rapat umum di seluruh negeri, dengan momen-momen simbolis seperti nyanyian Bella Ciao di Genoa dan aksi duduk spontan di Bari. Di Turin, sebagian demonstran sempat mencoba mendobrak gerbang perusahaan senjata Leonardo, namun aksi berakhir dengan damai melalui pawai lebih dari 70 ribu orang menuju Balai Kota.
Blokade dan aksi massa juga melanda pelabuhan seperti Napoli dan Livorno, serta jalan tol utama termasuk A14 di Bologna.
Mogok ini langsung berdampak pada sektor transportasi. Sejak pagi, perjalanan kereta mengalami pembatalan dan keterlambatan parah, dengan layanan terbatas hanya pada jam 6–9 pagi dan 6–9 malam. Transportasi publik lokal, bus, trem, metro, hingga kereta gantung, terhenti total selama 24 jam.
Di sektor penerbangan, aksi mogok juga melibatkan pilot dan awak kabin, dengan penerbangan terbatas pada jam 7–10 pagi dan 6–9 malam.
Reaksi Politik
Mobilisasi besar ini tak terhindarkan memicu konfrontasi politik. Perdana Menteri Giorgia Meloni menyebut mogok itu “tidak sah,” bahkan menyindir dengan kalimat: “Akhir pekan panjang dan revolusi itu tidak cocok bersama.”
Sekretaris CGIL Maurizio Landini menanggapi bahwa mogok tersebut sepenuhnya sah:
“Dalam menghadapi pelanggaran konstitusi dan pengabaian keselamatan serta kesehatan pekerja, hukum memperbolehkan aksi mogok tanpa pemberitahuan.”
Konstitusi Italia, pada Pasal 11, menegaskan bahwa Italia “menolak perang sebagai alat ofensif terhadap kebebasan bangsa lain dan sebagai sarana penyelesaian sengketa internasional.” Sementara UU No. 185/1990 secara eksplisit melarang ekspor senjata ke negara-negara yang kebijakannya bertentangan dengan prinsip Pasal 11 Konstitusi.
Ketua Partai Demokrat Elly Schlein menegaskan, “Jangan sentuh hak-hak kami,” sementara mantan Perdana Menteri Giuseppe Conte menuduh Meloni justru sebagai orang pertama yang “memanaskan jalanan.”
Kementerian Dalam Negeri melaporkan sebanyak 29 aksi unjuk rasa resmi tercatat dengan sekitar 400 ribu peserta. Pada Kamis dan Jumat saja, 55 aparat kepolisian dilaporkan mengalami luka-luka. (zarahamala/arrahmah.id)